Selasa, 27 Agustus 2013

Cinema Paradiso #3 : My Junior High's Breakfast Club


Nope, gue belum pernah dihukum bareng anak eksis atau gila-gilaan kayak di film The Breakfast Club.  

Diatas adalah sepenggal surat yang ditulis oleh Brian (Anthony Michael Hall) di film The Breakfast Club.  The Breakfast Clumb menceritakan lima kasta yang didetensi pada hari Sabtu.  Lima kasta tersebut terdiri dari :

- Brain : obviously, anak yang jenius dan geeky.
- Athlete/Jock : sangat jago di bidang olahraga, mereka biasanya juga 'badut' di sekolah atau kelas.
- Princess : cewek yang populer dan 'cantik' *batuk*, biasanya juga kaya.
- Basket case : anak yang tidak pintar / bodoh, tapi juga tidak miskin / kaya, namun tidak mempunyai banyak teman atau tidak punya teman sama sekali.
- Criminal : pemberontak.

Namun itu hanya gambaran kasar di SMA Amerika pada pertengahan 1980an.  Memang benar, lima tersebut nyatanya ada di SMP dan SMA, namun apakah sehitam dan seputih di film The Breakfast Club?

Gue ingat bahwa Allison (Ally Sheedy) mengatakan bahwa dia tidak memiliki teman.  Gue punya teman yang basket case, sebut saja A.  Tapi dia masih punya teman, dan lebih dari dua loh.  Gue sendiri sebenarnya termasuk basket case, tapi keanti-sosialan gue gak terlau parah, bahkan gue masih mau berinisiatif berbasa-basi.  Jadi pandangan bahwa basket case sama sekali tidak punya teman atau 100% anti sosial itu salah.  Memang, basket case susah bergaul dengan orang, tapi itu tidak berarti bahwa mereka sama sekali tidak menginginkan kontak sosial.  Yang ada, basket case ketemu basket case malah berteman, seperti gue dan teman yang gue ceritakan tadi.  Bahkan tidak jarang basket case ketemu brain bisa jadi teman baik.

Brain...gue sendiri bingung dengan definisi brain disini.  Sekarang yang ingin gue bicarakan adalah brain yang benar-benar brainiac, alias pintar bukan karena rajin.  Sejauh ini gue baru kenal dan dua anak yang jenius, tapi kemampuan sosial mereka juga bagus.  Sebut saja L dan J.  Kenapa gue tahu mereka jenius?  Karena ranking IQ mereka tertinggi se-angkatan.  Kalau tidak salah, L 132, sedangkan J 130.  Tapi mereka gaul banget, dan J pernah nekat gak belajar, padahal hari itu ulangan!  Kapan lagi ketemu brainiac kayak gitu?  Kalau menurut kalian brainiac itu hobinya baca buku doang, L ini aktif di OSIS sedangkan J sering manggung alias nge-band.  Mereka juga lumayan jago di olahraga.  Sebenarnya gue juga punya teman brainiac yang jago di olahraga, tapi kelakuannya geeky, jadi dia gak dihitung.

Nah, di film The Breakfast Club digambarkan bagaimana ada hukum gak tertulis dimana princess plus brain equal disaster.  Selama gue SMP, justru yang terjadi adalah kebalikannya.  Dimana brain bisa temenan dengan princess.  Percaya deh, itu sebenarnya boleh dan bisa terjadi.  

Biasanya athlete equal bullier, correct?  Teman-teman gue yang athlete beneran, kebanyakan dari mereka bukan pembully.  Yah, beberapa kali sih mereka emang mem-bully, tapi masih bisa ditoleransi.  Nah, gue punya satu temen dimana menurut gue dia emang athlete, tapi gimana yah, postur tubuhnya gak terlalu cocok dan kalau dibandingkan athlete lainnya, dia masih kalah.  Gue akuin, gue korban bully-nya.  Serius deh, yang gue alamin itu udah sampe bully.  Doh, dia tuh cuma punya big mouth dan beraninya sama yang lemah doang.  Menurut gue sih Bender (Judd Nelson) sebenarnya masih masuk kategori pemberani, kan Mr. Vernon di film itu kepala sekolah.  Nah, temen gue yang big mouth ini sama guru B. Ing gue aja kicep.  Sumpah, gue sama temen gue saking keselnya sama dia pernah nyumpahin dia gak lulus (and unfortunately, he graduated...).  Emang harus gue akuin dia tuh kadang-kadang baik, tapi mau tahu gak seberapa parahnya dia?  Waktu guru B. Ing nanya siapa yang kesel sama dia, satu kelas pada tunjuk jari, including his best friends.  My teacher even called him 'public enemy'.  Kalau his so-called friends gak tunjuk jari sih wajar, lah ini teman-temannya ikut!  Oh iya, waktu SMP sih gue belum pernah ngalamin bully fisik kayak dipalak, dipukul atau gitu lah.  

Anyway, all I can say is I wish he'll be more mature and won't do any bully in the future. Hmm, ironis ya gue ngatain dia pengecut tapi gue juga beraninya komentar di blog doang, haha-_-

Criminal?  Hmm, gue gak kenal orang yang benar-benar mengekspresikan jiwa pemberontaknya seperti Bender.  Mungkin karena gue baru melalui masa SMP, jadinya yang criminal level-nya gak setinggi Bender.

Sayang sekali John Hughes tidak memasukkan kasta ini : The uncategorized.  Uncategorized adalah kasta yang tidak masuk kategori manapun.  Gak semua orang yang tidak termasuk criminal, princess, jock/athlete, dan brain harus masuk ke basket case loh.  Kira-kira gue punya empat teman (?) yang gak bisa gue kategorikan dalam lima kasta itu.  Dan gue kagum dan heran banget bagaimana mereka gak hidup dari tuntutan hidup itu sendiri.  Gue punya temen cowok, sebut saja I, yang kayaknya agak kaya, kemampuan otak biasa, kemampuan atletis juga biasa, tapi dia mau berteman sama siapa aja.  Waktu gue ngunjungin SMA-nya (temen-temen SMP gue banyak yang ngumpul di satu SMA gitu) dia nyapa gue loh.  Pokoknya orangnya cool deh, mau berteman dengan siapa aja, termasuk orang yang udah dianggap outcast sama kelas gue.  

Sedikit komen nih, tahu kan pepatah jangan men-judge orang dari luarnya?  Gue gak pernah men-judge orang dari penampilan, tapi gue selalu men-judge orang dari kelakuan luarnya.  Dan sebenarnya lebih susah untuk tidak men-judge orang berdasarkan kelakuan dan pilihan-pilihannya daripada sekedar penampilannya.

Lagipula, jaman sekarang itu yang namanya eksis gak diukur dari kekayaan, kepintaran, dll.  Tampang mungkin masih ngaruh, tapi kalau ansos juga ya tingkat ke-eksisannya biasa aja.  Kalau lo mau eksis, ya lo aktif, baik di kegiatan sekolah, maupun pergaulan.  Tapi sampe sekarang gue gak ngerti bagaimana seseorang bisa eksis lewat pergaulan doang.  Emang gue rada ansos, terus kenapa?

Coba deh lo bayangin lo lagi duduk ramai-ramai, terus kelompok itu ngomongin sesuatu (lebih tepatnya gosip) yang gak lo pahamin, dan lo sendiri sebenarnya gak diajak ngomong.  Itu enak gak?  Apalagi sebenarnya lo udah sempat berinisiatif basa-basi sama orang, dan mereka tuh gak nanggapin lo, cuma jawab doang, gak ada inisiatif buat ngajak lo bergaul, emang gak bikin bete?  Yah, gue tahu kalau gue ada salahnya juga, tapi yang benar-benar bikin gue bete dalam keramaian ya itu.  So, maaf gue ansos, maaf kalau kalian berpikir gue itu freak atau gothic gila yang membenci siapapun di dunia ini, karena gue emang gue abnormal, dan blablabla.

Inti dari Cinema Paradiso yang gue tulis hari ini adalah, gue bersyukur bahwa kehidupan remaja di Indonesia gak selebay dan seklise yang digambarkan oleh film-film Hollywood.  Dan kehidupan remaja di Indonesia gak sehitam dan seputih di film The Breakfast Club.  Memang masih ada kasta, tapi pagar dan tembok di antara kasta-kasta itu tidak seketat dan sekuat di film The Breakfast Club.

2 komentar:

  1. Mungkin maksud film ini adalah di dunia sosial atau lebih dalem lagi, di dunia sekolah, biasanya ada label2 yang diberi sm sekitar oleh kita, yang sebenarnya misleading dan menghakimi.

    Ya entah kenapa di Amrik ada kategori2 itu. Disini biasanya, populer/gak populer, atau juara/gak juara. Tapi dari label2 itu aja udah bisa orang menghakimi dari luar.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya sih, kasta disini gak sedetail di Hollywood

      Hapus