Minggu, 25 Agustus 2013

Cinema Paradiso #2 : Gue *yang jomblo* dan Film Romance

So, judul ini tuh terinspirasi dari salah satu artikel Cinemagz 1-2 tahun yang lalu.  Gue kepikiran nulis ini waktu guru gue lagi keluar, wk.

Gue belum pernah pacaran tapi pernah sih pacaran sama Leonardo DiCaprio di mimpi gue.  Gue tahu bagaimana orang pacaran lewat film, novel, dan omongan teman-teman gue.  Kira-kira waktu gue review Punch-Drunk Love, ada pertanyaan yang cukup mengganggu gue : bagaimana mungkin gue bisa meragukan kelogisan hubungan romantis padahal gue sendiri gak pernah pacaran?  Apakah gue akan menemukan jawabannya?  Maybe yes, maybe no.  Intinya, nih artikel sebenarnya mau cerita tentang pendapat dan pengalaman gue dengan film-film romantis.

 Ending paling romantis menurut gue...11 tahun yang lalu

Oke sebelum jawab itu, gue pengen ngelantur dan menceritakan diri gue waktu kelas 5-6 SD.  Disaat itu, tentunya gue udah pernah naksir cowok.  Tapi gue masih canggung dengan ide pacaran.  Bahkan waktu gue kelas 4, gue masih tutup mata kalau ada orang ciuman di TV. Waktu gue kelas 6, gue hobi nonton film romance.  Beberapa tahun kemudian, gue mulai benci nonton film-film romantis Disney, romance cengeng apalagi rom-com yang ada Katherine Heigl, Ashton Kutcher, atau mahluk sejenis mereka.  Gue benar-benar lupa kejadian apa yang bener-bener bikin gue sempat gak suka film romance, tapi gue rasa itu melalui proses, bukan karena suatu kejadian yang spesifik.

Sekitar gue umur 12 tahun, gue menonton (500) Days of Summer untuk yang pertama kalinya.  Dan astaga ending-nya...sumpah, bagi gue, itu unpredictable banget!  Guge langsung jatuh cinta sama tuh film (waktu pertama kali nonton) karena itu pertama kalinya gue nonton sebuah film rom-com yang sama sekali beda!  One of a kind.  

Tapi gak tahu kenapa, gue tetep lebih cinta Annie Hall daripada (500) Days of Summer.  Emang sih rada aneh karena boleh dibilang Annie Hall itu film yang 'tua' dan kurang menangkap aspek youngster, dan mungkin beberapa dari kalian menganggap film ini kurang stylish dibandingkan 500DOS.  Yah, kalian harus sadar kalau Annie Hall itu adalah film 70an, jadi wajar aja kalau less stylish.   
Pelajaran yang bisa gue petik dari 500DOS adalah kalau emang hubungannya udah gak jelas dari awal, mendingan nyantai aja kayak friends with benefits atau minta kejelasan hubungan dari awal, daripada ntar lo malah sakit hati.  Gue emang gak suka Summer (Zooey Deschanel), tapi dia gak benar-benar salah karena dari awal udah menyatakan kalau dia gak mau girlfriend-boyfriend thing.  Harusnya si Tom (Joseph Gordon-Levitt) udah stay alert dari situ.  Fokus utama film 500DOS itu persepsi, dimana Tom mengira kalau Summer suka sama dia karena Summer yang berinisiatif mendekati Tom, tapi Summer sendiri mengira kalau Tom itu juga pengen have fun doang, bukan girlfriend-boyfriend thing.  Lihat aja kan bagaimana Summer mengatakan you're still my bestfriend setelah mereka putus.  Atau bagaimana dia dengan 'polosnya' (baca : bego dan kejam) mengundang Tom ke pesta pertunangannya.  Itu tandanya Summer emang mengira kalau Tom gak punya perasaan dalam ke dia.


Orang sering bilang kalau kunci hubungan yang sukses itu komunikasi.  Tapi mereka juga lupa bilang kalau perkembangan itu juga salah satu kunci utama hubungan.  Itulah pesan yang gue dapat dari Annie Hall.  Setelah Annie (Diane Keaton) kuliah, dia berkembang menjadi pribadi yang jauh lebih PD dan pintar, sedangkan Alvy...adalah Alvy (Woody Allen).  Dia sama sekali gak berkembang, masih menjadi orang yang sinis dan awkward tanpa perubahan positif yang signifikan.  Bagaimana mungkin suatu hubungan bisa sukses kalau yang satu berkembang dan yang satunya lagi statis (diam)?  Gak cuma itu, pelajaran ini gue tangkap lebih dulu daripada pelajaran sebelumnya, dan gue rasa mayoritas penonton juga tahu maksud dari kata-kata terakhir Alvy.  

Alvy menceritakan suatu joke tentang orang yang 'curhat' ke dokter kalau adiknya gila karena adiknya mengira dirinya ayam.  Dokternya bilang kenapa gak dimasukan ke rumah sakit, terus orang itu bilang karena dia butuh telurnya.  Itu menunjukkan bahwa romantic relationship antara dua orang bisa dikarenakan mereka BUTUH, bukan INGIN.  Ada perbedaannya loh antara butuh dan ingin.  Nah, kalian yang merasa dirinya punya pacar dan eksis ganteng cantik atau hal gak penting lainnya, tanyakan diri lo sendiri apakah lo pacaran karena BUTUH atau INGIN.

Gue sering melihat tweet atau komentar teman gue tentang cowok PHP lah, gak punya hatilah, mereka yang sering mutusin cewek, dll.  Tapi di film Annie Hall dan 500DOS justru yang terjadi adalah kebalikannya.  Baik Annie dan Summer tidak cengeng ketika mereka 'putus'.  Justru mereka menghadapinya dengan tenang dan dewasa, dan mereka bisa move on dan menemukan hubungan baru (in Summer's case).  Fakta bahwa mereka yang memutuskan hubungan masing-masing, itu berarti mereka PD serta yakin bisa dan berhak bahagia lagi atau menemukan orang baru.  Dan di kasusnya Annie, ketika mereka berdua udah terasa gak cocok dan tidak memiliki chemistry, dia langsung ambil tindakan, bukan sekedar 'menggantungkan' hubungan dan menunggu someting that will screw their relationship.  Sebaliknya, yang galau itu bukan cewek-ceweknya, tapi cowok-cowoknya.  Bisa terlihat bagaimana Tom (childishly) ngambek atau Alvy yang menulis suatu drama berdasarkan hubungannya dengan Annie, namun berakhir bahagia.  Itu nunjukkin kalau gak semua cowok tuh PHP atau gak berperasaan *glare at those whiny girls*


Gue rada shock waktu lihat Before Sunrise masuk dalam salah satu daftar film romantis yang paling realistis.  WTF dude.  Menurut lo seberapa banyak cowok yang gak modusin cewek gak dikenal tanpa memperkosa atau nyulik?  Atau seberapa banyak cewek (yang logis looooh) yang bakal percaya sama tuh cowok.  Dan yang paling menganggu, kalaupun mereka beneran jalan-jalan kayak Before Sunrise, berapa sih peluangnya mereka gak bakal canggung di kehidupan nyata?  Itulah mengapa menurut gue Before Sunrise tuh bukan film romantis yang realistis.  

But on the other hand, film kan gak mesti realistis.  Sebenarnya dari semua film trilogi Before, Before Sunrise lah yang paling romantis.  Momen-momennya lebih banyak, dan dialognya juga lebih romantis.  Gue sendiri pertama kali nonton gak berpikir Before Sunrise adalah film yang romantis, tapi gue juga gak berpikir bahwa Before Sunrise adalah film yang membosankan.  Sebaliknya, film ini sangat menarik karena dialognya mengalir dengan lancar dan juga mempunyai topik yang menarik.  Nah, itu dia sisi romantisnya Before Sunrise.  Bagaimana lo bisa menemukan orang yang membuat lo senang dan enak diajak ngobrol, ngobrolnya di kota Wina lagi, gimana gak romantis coba?  Coba mereka ngadain skinship melulu, itu mah namanya napsu, bukan romantis.  
  


Film Husbands and Wives sempat membuat gue bertanya-tanya : apakah dinyatakan selingkuh jika sekedar pedekate atau memikirkan orang itu, atau jika sudah melakukan kontak fisik?  Gue sih menganggap yang namanya selingkuh itu kalau udah melakukan kontak fisik.  Salah satu pasangan di Husbands and Wives mempunyai faktor usia dalam keretakan hubungan mereka.  Maksudnya, suaminya mulai bosan dengan istrinya dan mulai menemui cewek-cewek yang jauh lebih muda.  Tapi ironisnya, si cewek yang muda itu childish dan malah mempermalukan si suami.  Gini deh, kalau kalian menikah, itu tandanya kalian udah berkomitmen untuk hidup dengan pasangan masing-masing sampe mati.  Jadi ya udah harus siap-siap dengan kebosanan ataupun kriput dari pasangan masing-masing.  Bagusnya dari pasangan 1 ini, mereka gak buru-buru untuk langsung bercerai, walaupun udah tahu bahwa mereka berdua udah 'move on'.  Mereka malah menjauh (bukan bercerai) dan merefleksikan kehidupan mereka, dan akhirnya pernikahan mereka membaik.

Sedangkan pasangan 2, istrinya memiliki insecure issue.  Tapi daripada meminta bantuan dari pihak lain dan intropeksi diri, dia malah tetap membiarkan issue itu berlanjut, walaupun si suami udah meyakinkan dirinya.  Bahkan si suami pun tidak cross the line dengan melakukan kontak fisik dengan salah satu mahasiswanya.  Harusnya kalau suaminya gak menunjukkan tanda-tanda selingkuh, dia bisa santai dan move on dong dari masalah itu.  Kalaupun masih ada perasaan insecure, lebih baik akuin aja bahwa itu datang dari diri sendiri dan ngomong ke suaminya.  Padahal pasangan 2 ini gak pernah punya masalah yang besar sebelum si istrinya mulai moody dan menunjukkan ke insekuritasnya.

How about affair?  Gue suka sekali dengan tema perselingkuhan karena biasanya melibatkan emosi dan pilihan yang rumit seperti Little Children.  Lucu juga bagaimana 'sistem' dan tekanan menyebabkan Sarah (Kate Winslet) dan Brad (Patrick Wilson) mengkhianati pasangan mereka masing-masing, tapi pada akhirnya mereka tetap membiarkan 'sistem' itu mengikat mereka.  Itu menunjukkan bahwa banyak sekali orang mengira bahwa pelarian mereka adalah solusi dari segala permasalahan mereka.  Mereka tidak ingin membicarakan masalah itu dengan pasangan masing-masing dan malah 'berlari' dari kehidupan nyata.  Mereka sebenarnya bisa menyelesaikan masalah pernikahan masing-masing jika mereka bisa intropeksi diri dan berkomunikasi dengan pasangan masing-masing.  It's not easy, but I think it's worthwhile.

But after I had watched "Blue Valentine", I realized that not all of marriages are fixable.  Terkadang pernikahan gak bisa diperbaiki karena cinta diantara dua pihak sudah menghilang dan kedua atau salah satu pihak tersebut emang udah gak niat memperbaiki pernikahannya.  Kalau dipaksain tetap menikah, pernikahan itu justru menyiksa mereka kedua pihak.  Cindy (Michelle Williams) dan Dean (Ryan Gosling) dulu sangat saling mencintai.  Namun setelah mereka menikah, mereka semakin menjauh sampai pada titik dimana Dean memaksa Cindy untuk berhubungan seks dengannya.  Kalau udah sampai di titik itu, pernikahan malah menyiksa Cindy dan Dean.  'Liburan' yang harusnya memperbaiki pernikahan mereka malah menghancurkan mereka.


Oh iya, bagaimana kalau pasangan cenderung pasrah?  Jodoh emang gak kemana, tapi kalau lo gak memperjuangkannya jodoh lo ya juga bakal menghilang.  Di film The Remains of the Day, Mr. Steven (Anthony Hopkins) dan Ms. Kenton (Emma Thompson) sebenarnya saling jatuh cinta.  Namun pada akhirnya tidak terjadi apa-apa karena Mr. Steven terlalu terikat dengan pekerjaannya.  Lucu juga kan bagaimana jodohnya selalu berada di sampingnya, namun dia tidak memperjuangkannya.  Nah, ini kesalahan dari faktor internal.

Never Let Me Go yang juga diadaptasi dari novel Kazuo Ishiguro memberikan contoh faktor eksternal.  Menurut gue pribadi, dua karya Ishiguro yang gue sebutkan sebenarnya mengejek kepercayaan manusia terhadap takdir.  Oke, memang kita ditakdirkan untuk orang tertentu, tapi ketika kita tidak menyadarinya dan tidak memperjuangkannya, kita gak akan pernah ketemu jodoh atau takdir kita.  Pada akhirnya, takdir kita lagi-lagi jatuh kepada pilihan kita.   

Situasi yang terjadi pada film Never Let Me Go hampir sama dengan The Remains of the Day, dimana Kathy (Carey Mulligan) dan Tommy (Andrew Garfield) saling menyukai, namun mereka 'terhalang' oleh Ruth (Keira Knightley).  Kenapa gue menggunakan tanda kutip?  Karena hubungan Tommy dan Kathy bisa berhasil jika Kathy jujur pada temannya, dan Tommy lebih berani dalam memperjuangkan cintanya pada Kathy.  Ini adalah contoh dari dua manusia yang ditakdirkan untuk 'bersama', tapi mereka tidak memperjuangkannya.  Gue rasa, cinta adalah anugrah Tuhan.  Yang namanya anugrah Tuhan harus diperjuangkan, bukan didapat dengan mudah.

 
Setelah pengetahuan gue tentang cinta *batuk* bertambah, gue mulai sadar kalau Titanic itu salah satu cerita yang gak logis.  Ada ya cowok yang kenal cewek kurang dari lima hari mau mengorbankan nyawanya demi si cewek?  Walaupun gak logis...Titanic tetep salah satu film favorit gue, wkwk.  Begitu juga dengan The Notebook.  Seberapa seringnya cowok mau nungguin cinta pertamanya yang udah gak berhubungan sama dia selama tujuh tahun?  Dan si cowoknya sendiri sempet punya hubungan dengan cewek lain?  Dan lagi-lagi, itu tetaplah film favorit gue. 

Dulu gue juga sempat menganggap Romeo+Juliet adalah film yang paling romantis.  Tapi akhirnya gue berpendapat bahwa film itu tidak lebih dari omong kosong mengenai cinta sejati.  Apakah hidup sedemikian buruknya sampe lo harus bunuh diri kalo pacar lo mati?  Bagi gue itu bukan romantis, tapi pathetic.  Bukan hanya tidak menghargai hidup, tapi gak menghargai orang lain.  Kalau pacar lo mati, masih banyak kali cewek/cowok di dunia ini.  Gak mudah memang untuk bangkit lagi, tapi apa gunanya juga bersedih terus?  Maksud gue dari gak menghargai orang lain itu, di dunia ini mungkin ada orang yang dari kecil/remaja udah sebatang kara.  Terpaksa tinggal bareng foster parent yang mungkin malah menyiksa mereka.  Tapi mereka tetap mau bertahan hidup.  Sedangkan Romeo & Juliet bukan sebatang kara dan (kayaknya) gak pernah disiksa orangtuanya, malah bunuh diri cuma gara-gara hal sepele.  Gimana gak pathetic coba?  Anyway, ada perbedaannya loh antara bunuh diri sama mengorbankan nyawa.
  
Hmm, saking banyaknya yang gue tulis, gue sendiri bingung inti dari apa yang gue tulis, hahaha.  Mungkin jawaban dari pertanyaan gue sebelumnya adalah pengalaman sehari-hari.  Lewat dari pengalaman orang-orang di sekeliling gue dan cerita teman-teman, gue bisa menginterpretasikan seperti apa hubungan romantis cewek-cowok.  Tapi cinta?  Gue rasa cinta hanya bisa diinterpretasikan secara pribadi.  Dari film-film yang gue tonton, gue cuma bisa menginterpretasikan bahwa ada cinta yang simple, ada juga yang kompleks.  Ada yang gampang seperti 500DOS atau Before Sunrise, ada yang kompleks seperti Like Crazy atau Little Children.

Untuk film Punch-Drunk Love, gue harus menontonnya beberapa tahun lagi untuk lebih memahami film itu.

4 komentar:

  1. You've learned so much about relationship, affair, romance, and above all: humanity, from movies. Most of them are true in the real life.
    Your writing topic is beyond your age. I love your writing style. I enjoy your honesty and frankness.
    Keep on writing, this is your biggest talent.

    BalasHapus
  2. Keep writing Girl..this is a salient output of a girl of 15 (?), a deep observation, smart reflection and out-of-the-box writing style.. keep me posted of your next writing

    BalasHapus
  3. Haha, thanks for all your comments :D

    BalasHapus
  4. Wah reviewnya menarik. Btw gue mengclaim diri sebagai fans Woody Allen garis keras. Kayanya hampir semua filmnya udah gue tonton. Dan jarang loh ada orang yang suka dan ngerti tentang satire-roman film2 Woody, baca tulisan ini tentang roman yg realis dan unrealis gue sepakat, seeneng deh

    BalasHapus