Rabu, 05 November 2014

In the mood for love

filmaffinity.com
In the mood for love merupakan bagian kedua dari trilogi informal Wong Kar Wai dan juga karya yang paling terkenal dari sang sutradara.  Film ini memenangkan berbagai penghargaan, bahkan sampai dinominasikan Palme D'Or, yang notabene salah satu penghargaan film bergengsi.  Meskipun film ini tidak mendapat Palme D'Or, Tony Leung berhasil mendapat penghargaan Best Actor di Cannes Film Festival.  Film berdurasi 98 menit ini mengajak penonton untuk melihat kehidupan baru Li-zhen dari Days of Being Wild.

Li-zhen (Maggie Cheung) pindah ke sebuah apartemen di hari yang sama dengan Chow Mo-wan (Tony Leung).  Suami Li-zhen sering pergi ke luar negeri sedangkan istri Mo-wan sering lembur.  Meskipun pemilik kedua apartemen sering bermain mahjong bersama, baik Li-zhen dan Mo-wan lebih menyukai untuk sendiri saja.  Li-zhen dan Mo-wan sering makan malam di tempat yang sama, namun mereka biasanya hanya saling menyapa.  Lama-kelamaan, keduanya berinteraksi dan sering bertemu.  Dalam salah satu pertemuan mereka, mereka membahas kecurigaan bahwa suami-istri mereka saling berselingkuh.

SPOILER ALERT!

screenmusings.org

The Affair
 Biasanya dalam film-film perselingkuhan, penonton akan melihat adegan-adegan hot, dilema pada orang-orang yang berselingkuh, dan 'the helplessly-betrayed people'.  Biasanya orang-orang yang dikhianati dtampilkan sebagai orang yang plain, datar, membosankan, mainstream, dll.  Mereka juga korban yang tak bisa mengontrol keinginan dan perasaan pasangan mereka.  Tapi Li-Zhen dan Mo-Wan bukanlah korban.  Mereka 'membrontak' in their own ways.  Mereka tidak mengikuti ekspektasi orang.  Alias, mereka tidak membalas pasangan mereka dengan ikut berselingkuh.  Li-Zhen dan Mo-Wan justru membalas dengan berpegang teguh dengan moral dan etika yang mereka punya.  Meskipun Li-Zhen dan Mo-Wan jarang mengekspresikan rasa sakit dan iri hati, mereka menyalurkan perasaan negatif itu dengan trying hard to not stoop as low as each of their spouses.  Dengan melakukan hal itu, mereka seolah-olah meyakinkan diri mereka bahwa mereka masih punya moral dan etika.  

Namun seperti manusia biasa, toh mereka tidak bisa sepenuhnya lepas dari godaan.  Ada kalanya mereka jatuh kepada godaan itu, entah sadar ataupun tidak.  Ketika mereka sadar, mereka akan menarik diri mereka, terutama Li-Zhen.  Tapi ada kalanya mereka benar-benar tidak bisa menahan godaan itu sehingga mereka mencari-cari suatu dalil.  Mereka meyakinkan diri mereka bahwa tidak apa-apa mereka bertemu di malam hari secara sembunyi-sembunyi karena mereka kesepian.  Tidak apa-apa mereka bertemu di suatu hotel karena mereka mendiskusikan sesuatu.  Itu yang membuat gue mempertanyakan sesuatu: apa yang membuat suatu perbuatan dikatakan perselingkuhan?  Agak lucu bagaimana Li-Zhen dan Mo-Wan pergi ke hotel tapi mereka tidak melakukan apa-apa kecuali berdiskusi.  Walaupun mereka tidak melakukan hal intim, apakah mereka sudah bisa dikatakan berselingkuh? 

Some things that I don't understand

Gue bertanya-tanya apa yang didapatkan Li-Zhen dan Mo-Wan dari 'pemberontakan' mereka.  Li-Zhen dan Mo-Wan tidak terlihat bahagia dan puas bagi gue.  Mereka tidak memenangkan apa-apa dari 'pemberontakan' mereka.  Toh pasangan mereka kurang-lebih tidak peduli dengan mereka.  Jikalau mereka 'menang', apa yang bisa mereka rayakan jika tetangga dan teman mereka tidak mengerti perjuangan mereka untuk menjadi orang baik?  Memang jika Li-Zhen dan Mo-Wan mengambil resiko lebih tinggi pada affair mereka, ada kemungkinan besar mereka akan digosipkan - bahkan dijauhi - oleh masyarakat.  Di sisi lain, masyarakat tidak peduli dan kurang tertarik pada orang-orang 'baik'.  I think it's like a double-edged sword.  When you're bad, people talk shits about you.  When you're good, people just don't care.   

knockedover.wordpress.com

Gue juga bertanya-tanya apakah benar-benar ada cinta di antara Li-Zhen dan Mo-Wan atau tidak.  Mereka tidak pernah benar-benar passionate atau into each other ketika bersama.  Memang orang yang jatuh cinta tidak harus benar-benar terlihat sedang jatuh cinta.  Tapi agak susah melihat cinta yang ditunjukan secara subtle.  Mereka lebih terlihat seperti orang asing yang kesepian dan memiliki beberapa hal yang sama.  There's a bond or some fondness, but I'm not sure whether it's romantic or not.  

Angkor Wat    

Selain adegan 'latihan' Li-Zhen dan Mo-Wan, adegan kesukaan gue yang lain adalah adegan di Angkor Wat.  Adegan itu terasa emosional dan indah bagi gue.  Words just can't describe what I think and feel for that scene.  Mungkin karena gue mengerti bagaimana rasanya punya rahasia yang ingin sekali lo ceritakan, tapi lo juga takut reaksi orang terhadap rahasia itu.  Tapi tetap aja lo ingin menceritakan rahasia lo.  Adegan di Angkor Wat cukup berhasil mengekspresikan perasaan itu.  Angkor Wat sendiri merupakan tempat yang indah, apalagi ditemani sinematografi dan musik yang cakep.  Seriously, words can't describe this scene (in my opinion). 

Other stuffs

Sesuai dengan judul filmnya, Wong Kar Wai berusaha untuk mendorong penonton untuk terhanyut dalam situasi dan nuansa yang romantis dan melankolis dalam In the mood for love.  Longing gaze antara Leung dan Cheung merupakan unsur utama dalam pembangunan situasi-situasi tersebut.  Warna-warna yang digunakan juga cocok sekali untuk membangun mood romantis.  Film ini lebih kuat dalam hal visual daripada dialog and I usually really hate those kind of films. Lagu-lagu yang digunakan juga bagus-bagus banget dan ikut membangun mood dan emosi.  Gue baru tahu kalau lagu Bengawan Solo dinyanyikan dengan bermacam-macam bahasa, termasuk cantonese.  Selain Bengawan Solo, banyak lagu-lagu traditional pop lainnya.  Anyway, two thumbs up for the clothes designer!  Baju-bajunya Li-Zhen modis banget dan cocok dengan figur tubuhnya Maggie Cheung!

Overall

In the mood for love bukanlah tipikal film perselingkuhan.  Film ini justru menunjukkan betapa berat dan susahnya untuk memegang etika dan etiket yang ada dengan teguh.  Kadang-kadang kita tidak mendapatkan apa-apa atas perjuangan yang kita alami.  Wong Kar Wai tidak memberikan banyak dialog di film ini, namun sinematografi dan musik yang ada bisa menggantikan kekurangan dialog tersebut.  Tapi karena kurangnya dialog dan konflik, beberapa orang mungkin akan menganggap film ini membosankan.  I'm not into this kind of arthouse, but In the mood for love is good enough for me. 8,5/10

2 komentar:

  1. Tony Leung emang dahsyat banget di sini, apa lagi di Angkor What hahaha

    BalasHapus
  2. Ini bukan kehidupan baru karakter Li Zhen dari Days of Being Wild karena sebenarnya ini karakter yang berbeda. Kendati film ini merupakan bagian dari trilogi yang dimainkan oleh beberapa aktor/aktris yang sama, namun masing-masing karakternya sama sekali tidak berhubungan. Untuk triloginya sendiri saya justru lebih menyukai Days of Being Wild ketimbang In The Mood for Love atau 2046,

    BalasHapus