Tampilkan postingan dengan label Michelle Williams. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Michelle Williams. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 26 April 2014

Blue Valentine: A Depressing Romance

Nobody baby but you and me. -You and Me, Penny and the Quarters


I know, Blue Valentine udah gak jaman lagi.  Tapi gue baru mau review film ini sekarang, haha.  Blue Valentine merupakan film indie tahun 2010 yang dibintangi oleh Ryan Gosling dan Michelle Williams.  Film ini bahkan nangkring di Sundance Film Festival.  Film ini terkenal di kalangan pecinta film karena ceritanya yang realistis dan akting pemainnya.   Gue sendiri baru nonton fimlnya dua tahun yang lalu *gak ada yang nanya*

Cindy (Michelle Williams) merupakan seorang mahasiswa kedokteran.  Dean (Ryan Gosling) hanyalah seorang cowok dropout yang kerja di perusahaan yang membantu orang untuk pindah rumahMereka berdua bertemu di sebuah panti jompo.  Dean langsung jatuh hati pada Cindy sedangkan Cindy tidak terkesan dengan Dean.  Tapi karena takdir membuat mereka sering bertemu, Cindy akhirnya menerima kehadiran Dean.  Suatu hari, Cindy mengetahui bahwa dirinya hamil.  Cindy langsung tahu bahwa anak yang sedang dikandungnya merupakan anak Bobby, mantan pacarnya.  Cindy pun bingung harus berbuat apa.  Untungnya, Dean menerima anak Cindy dan mereka segera menikah.

Beberapa tahun terlewati, Cindy telah menjadi seorang perawat sedangkan Dean bekerja sebagai tukang cat.  Anak perempuan mereka, Frankie, sudah berumur lima tahun.  Namun, ada suatu jarak yang cukup jauh antara Cindy dan Dean.  Dean akhirnya menyewa sebuah motel dan berencana untuk memperbaiki hubungannya dengan Cindy.

WARNING: MENGANDUNG SPOILER


My overall feeling for when I watched this movie: bored and depress.

Anyway, film ini menceritakan plotnya secara maju-mundur.  Gue rasa teknik maju-mundur pada Blue Valentine sukses banget bikin gue (dan beberapa penonton lainnya) depresi.  Kenapa teknik maju-mundur bisa mempengaruhi tingkat depresi penonton?  Kita diperlihatkan dua orang yang jatuh cinta dan bersedia melewati baik dan buruk bersama-sama, beberapa menit kemudian kita diperlihatkan dua orang yang sama namun mereka tidak lagi jatuh cinta.  They...out of love?  It's just depressing to watch Dean and Cindy.  Penonton seakan-akan diPHPin Dereka Cianfrance.  Pas kita lihat mereka masih muda, gue merasa optimis bahwa mereka akan menyelesaikan masalah mereka, namun ketika kembali ke Dean & Cindy yang baru, harapan gue langsung hancur.  I think this movie is depressing, not sad.  Gue gak pengen nangis atau merasa jijik dengan film ini, because Blue Valentine is everybody's love story.  Kita jatuh cinta, kita menjauh, dan kita berpisah.  Hal itu yang membuat gue depresi karena kepahitan Blue Valentine terasa sangat nyata, bukan bagian dari sebuah melodrama yang tidak masuk akal.

Fenomena Dean & Cindy sangat jarang terjadi di film-film romantis.  Why?  Karena ketika dua karakter memutuskan untuk berpisah (di film-film romantis) biasanya ada faktor eksternal.  Entah mereka menemukan orang baru, hubungan mereka terlarang, jarak & waktu, atau salah satu diantara mereka terkena penyakit.  Tapi Dean & Cindy berpisah bukan karena alasan-alasan diatas.  Dean & Cindy memang sempat bertengkar mengenai Bobby, namun Bobby bukanlah orang ketiga yang signifikan.  Mereka berpisah simply karena cinta diantara mereka tidak sebesar waktu muda, atau yang lebih parah, sudah tidak ada cinta di antara mereka.

Michelle Williams dan Ryan Gosling keren banget di film ini.  Boleh dibilang baik Williams maupun Gosling memainkan dua karakter di film ini.  Why?  Karena ada suatu perubahan watak dan aura  pada masing-masing karakter before & after marriage.  Cindy yang tadinya masih bisa bercanda dengan Dean malah cenderung kaku setelah menikah.  Dean yang tadinya bisa bikin senyum Cindy hanya dengan bermain gitar, gagal mengajak istrinya berhubungan seks walaupun keduanya mabuk (setelah menikah).  Karena itulah mengapa gue berpikir mereka sebenarnya memainkan dua karakter.  Michelle dan Williams sukses sekali memainkan 'dua' karakter yang cukup berkontradiksi.  Chemistry mereka juga sangat bagus.  Fyi, Williams dan Gosling sampe beli rumah dan barang lainnya yang sesuai dengan keadaan ekonomi karakter mereka dan tinggal bersama.  Untuk?  Tentu saja untuk mempersiapkan kemampuan akting mereka di film ini!

Bagian yang paling mengharukan di film ini adalah cinta Dean kepada Frankie yang sangat besar dan konsisten.  Dean might be a bad husband, but he's a damn good father.  Adegan dimana Dean menyusul Cindy ke klinik untuk cek USG aja udah bikin gue terharu.  Padahal Dean udah tahu bahwa anak yang dikandung Cindy bukanlah anaknya.  Ia dan Cindy juga sempat bertengkar.  Namun ia malah mengesampingkan egonya dan menemani Cindy cek USG.  Seriously, I wanted to cry after I had watched that scene.  


Sebelumnya gue sempat nulis kalau gue merasa bosan waktu nonton nih film.  Gue rasa karena Blue Valentine merupakan film yang cukup plain untuk ukuran gue.  Berbada dari kebanyakan orang, gue tidak terlalu terkesan dengan sinematografinya.  Malah secara kesuluruhan biasa aja.  Kecuali adegan dimana mereka ngomong-ngomong di motel.  Gue suka banget adegan itu karena gue suka teknik pewarnaannya dan sudut pengambilan gambar.  

Oh iya, ini entah perasaan gue atau emang bener, tapi Blue Valentine kekurangan...stok musik.  Ya, emang ada beberapa lagu yang terdengar, cuma minimnya musik menambah kedataran Blue Valentine.  

Adegan Cindy yang meminta cerai kepada Dean sukses bikin gue ngemil (?)  Gue ngemil karena merasa depresi.  Cindy meminta cerai karena kelakuan Dean sudah melewati batas.  Lalu adegan Dean & Cindy yang membicarakan perceraian 'ditemani' oleh adegan pernikahan mereka.  Lalu Dean yang menangis kepada Cindy sambil meminta Cindy untuk mengingat janji pernikahan mereka...that scene really broke my heart.  Lalu filmnya mundur lagi dimana Dean & Cindy mengucapkan janji mereka.  I seriously hate that scene because it has stucked in my head until now.  

Blue Valentine has great acting departement, realistic story, and amazing dialogue.  But I don't think this depressing romance is everyone's cup of tea.  8,5/10 

pic cr:
msfatmila.blogspot.com  
popcultureandfeeling.com
blogs.kqed.com

  

Jumat, 03 Mei 2013

Oz the Great and Powerful


Ini dia, prequel dari film legendaris The Wizard of Oz.  Nope, ini bukan film musikal dan tidak ada Judy Garland disini.  Film ini disutradari oleh Sam Raimi dan dibintangi oleh James Franco, Mila Kunis, Michelle Williams, dan Rachel Weisz. 

Oscar Diggs, atau Oz(James Franco) adalah seorang pesulap sirkus sekaligus womanizer dan penipu.  Suatu hari, saat Oz menaiki balon udaranya, terjadi angin beliung yang membawanya ke sebuah negeri ajaib.  Negeri ajaib itu bernama Oz.  Disana ia bertemu dengan Theodora (Mila Kunis), seorang penyihir baik.  Theodora percaya bahwa Oz adalah penyihir yang diramalkan akan merebut tahta si penyihir jahat.  Di tengah jalan ia bertemu dengan Finley (Zach Braff), seekor monyet yang diselamatkan oleh Oz (sebenarnya Theodora yang menyelamatkannya).  Finley sudah bersumpah ia akan melayani Oz sampai ia mati, sehingga Oz memberi tahu rahasianya. 

Theodora pun jatuh hati pada Oz, dan segera membawanya ke Emerald City.  Disana mereka bertemu Evanora (Rachel Weisz), seorang penyihir baik dan 'pemimpin' sementara Emerald City.  Saat tahu Oscar bisa menjadi raja dan mengambil banyak emas, ia langsung berencana untuk mengalahkan si penyihir jahat.  Ternyata, si penyihir jahat adalah Glinda (Michelle Williams), seorang penyihir baik yang difitnah dan diusir oleh Evanora.

Kelanjutannya bisa kalian tonton sendiri...tapi ceritanya sih sudah mudah ditebak.  Kira-kira sama kayak Twilight lah.

Hadeh, filmnya boring dan klise banget! Nyesel gue menyia-nyiakan waktu berharga gue.  Aktingnya Williams dan Kunis pathetic banget.  Williams terlalu lemah lembut untuk menjadi pahlawan wanita.  She's like oh-i'm-just-a-pretty-girl-in-a-munchkind-land.  Kunis juga terlalu datar, waktu dia jadi protagonis dia datar, waktu dia jadi penjahat ketawanya lebay.  Dan, Franco?  Oh, cuma segitu doang cara lo untuk merayu cewek?  Kalau gue jadi ceweknya, gue udah kabur duluan bareng Mad Hatter (Johnny Depp).  Gue lebih suka aktingnya Helena Bonham-Carter sama Johnny Depp di Alice in Wonderland.  Seandainya Jodie Foster belum terlalu tua, gue pengen banget lihat dia ganttin si Williams.  Foster for President! (?)

Plotnya terlalu mudah ditebak.  Sumpah, plotnya klisenya itu separah Twilight sama Transformer 3.  Lagi-lagi gue lebih suka ending dari film Alice in Wonderland.  Memangnya setiap kali ada pahlawan wanita dan pahlawan pria, mereka berdua harus jatuh cinta dan ciuman?

Sebenci-bencinya gue sama film ini, gue harus tetap mengakui sound editing dan visual effect film ini cukup keren.  Yang gue suka dari film ini adalah transisi dari hitam-putih menjadi berwarna.  Film ini juga lebih colorful dibandingkan Alice in Wonderland.  Tapi, kalau Tim Burton membiarkan Alice in Wonderland diberi lebih banyak warna, sudah pasti Alice in Wonderland akan mengalahkan film ini. 5/10


pic cr : wikipedia