Minggu, 03 November 2019

Perempuan Tanah Jahanam (Impetigore)

taken from kumparan.com
Joko Anwar is one fire this year! Setelah kesuksesan Gundala, ia kembali sebagai sutradara dan penulis lewat Perempuan Tanah Jahanam. Sejauh ini, Perempuan Tanah Jahanam telah sukses mendapatkan sekitar 1,5 juta penonton. Salah satu penyebab kesuksesan ini jelas dengan marketing dengan tagline yang cukup viral, seperti "Kerasa, nggak?", atau "Kamu, adalah kesalahan yang harus saya hapus!'


SPOILER ALERT

Maya (Tara Basro) dan Dini (Marisa Anita) sedang night shift sebagai penjaga pintu tol. Mereka di dua tempat yang berbeda, namun sering mengobrol lewat handphone. Akhir-akhir ini, Maya diuntit oleh seorang pria yang menggunakan mobil butut. Suatu malam, laki-laki tersebut bertanya apakah Maya bernama Rahayu dan berasal dari daerah Harjosari. Merasakan ketakutan temannya, Dini meminta salah satu petugas untuk ke pos Maya. Laki-laki tersebut menyerang Maya hingga pahanya terluka. Sebelum bisa membunuh Maya, laki-laki tersebut ditembak mati oleh petugas yang sampai.

Akibat pertanyaan aneh pria tersebut, Maya menjadi penasaran dengan masa lalunya. Tak hanya itu, Maya dan Dini tergiru dengan prospek adanya rumah warisan yang ditinggalkan oleh orangtua Maya. Mereka memutuskan untuk pergi ke desa Harjosari, suatu desa yang sangat terpencil hingga susah mendapatkan sinyal handphone dan akses transportasi. Di sana, mereka mengingap di rumah masa kecil Maya sambil menunggu Ki Saptadi (Ario Bayu), seorang dalang, dan ibunya, Nyi Misni (Christine Hakim).

taken from tirto.id
The best opening scene from an Indonesian film that I've ever watched! Ketegangannya dibangung perlahan-lahan dan Joko Anwar dengan pintarnya membangunnya dengan adegan ngobrol biasa, bukan langsung ketegangan. Akan lebih bagus kalau Joko Anwar lebih berani memperpanjang obrolannya dan suspense-nya dibangun sedikit lebih pelan lagi. The suspense just snapped a bit faster for my liking. Only a bit though.

Gue gak tahu kenapa membandingkan film ini dengan Midsommar, film 2019 karya Ari Aster. Common point antara dua film ini sebenarnya dangkal sih, orang kota "modern" yang datang ke desa terpencil, di mana penduduk desa di situ bagian dari suatu cult atau menganut kepercayaan yang tidak konvensional. Salah satu perbedaan yang menonjol adalah, Midsommar bagi gue fancier dan lebih aesthetic, tapi gue gak meresapinya sedalam Perempuan Tanah Jahanam. Penyebabnya adalah, Midsommar dari awal udah kelihatan penduduknya gak biasa, baik dari pakaian maupun kebiasaan. Penduduk Harjosari tuh pakaiannya masih biasa, dan sekilas kebiasaan memakamkannya pun gak beda jauh dengan kebiasaan pemakaman Islam di Indonesia.

Selain itu, penduduk di Midsommar jauh lebih erat. Mereka melakukan hampir semua kegiatan bersama, termasuk makan dan tidur. Membesarkan anak pun dibesarkan bersama, tidak melimpahkan tanggung jawab ke orang tua secara eksklusif. Sedangkan, penduduk Harjosari tidak seerat itu dan sangat bergantung kepada Ki Saptadi dan Nyi Misni. Hal ini diperlihatkan dari bagaimana penduduk Harjosari sering bertanya kepada Ki Saptadi. Selain itu, di sana ada beberapa orang yang dianggap sebagai "kelas dua", seperti Ratih, yang diperankan oleh Asmara Abigail.

Poin dari Perempuan Tanah Jahanam yang gue suka adalah adanya social commentary mengenai betapa bahayanya ketergantungan terhadap satu orang, atau satu perspektif. Tapi, yang lupa ditekankan juga oleh film ini, betapa pentingnya juga akses terhadap dunia luar. Desa Harjosari tidak diaspal, akses air bersih kurang, akses telepon saja susah, apalagi akses internet? Belum lagi, ketika ada masalah kesehatan, mereka malah datang ke dalang, bukannya dokter.

Poin lain yang gue suka adalah, pada akhirnya, hantunya cuma "ganggu". Mereka gak menyakiti Maya dan Dini. Manusia lah yang menyakiti mereka berdua.

taken from magdalene.co
Aspek teknisnya keren sih. Mulai dari production set yang apik, serta tata musik dan sinematografi yang berhasil banget menangkap suasana mencekam selama film berlangsung. Menarik melihat perpindahan dari yang awalnya dominan warna hijau, dan cokelat, terus mulai dominan warna kuning, hitam, merah, dan jingga. Shoutout to The Spouse yang nyanyi main song nih film!

ARIO BAYU GANTENG WOY. Sayang aja kadang-kadang agak kaku dan bahasa Jawanya belum terserap sempurna. Untuk Tara Basro, gue harus setuju sih kalau Asmara Abigail dan Marisa Anita lebih berhasil menarik perhatian di film. Apalagi Marisa Anita, udah terserap deh dari cara ngomong dan ekspresi wajahnya. Untuk Christine Hakim, bagus, cuma kok gue merasa ada bagian dia yang unintentionally narmy, atau mungkin dia emang sengaja gitu? Maksudnya, jatuhnya agak comedy-ish gak sengaja gitu loh.

Overall, Perempuan Tanah Jahanam is a good film, that successfully combines thriller with Indonesian mysticism, while carrying a social commentary. 7,8/10


1 komentar:

  1. reviewnya bagus sampai almost convince me to watch the movie. Just almost, since I have horror movies.

    BalasHapus