Sabtu, 14 Desember 2013

Snowpiercer

Wilford is merciful! -Mason

Sejak rilisnya film Oldboy (2003), mulai banyak kritikus dan pecinta film yang memperhatikan industri film di Korea Selatan.  Sutradara-sutradara seperti Park Chan-wook, Kim Ji-woon, Kim Ki-duk, dan Bong Joon-ho pun menjadi terkenal dan diperhtungkan sebagai sutradara-sutradara dunia yang hebat.  Pada 2013, Park Chan-wook, Kim Ji-woon, dan Bong Joon-ho melakukan debut di Hollywood.  Stoker, film Park Chan-wook, menerima mix reviews karena plotnya yang tidak memuaskan namun memiliki sinematografi dan teknik visual yang indah.  The Last Stand, film Kim Ji-woon, dikritik karena Kim Ji-woon terlalu meng-hollywood-sasikan (saya bahkan gak tahu kalau kata itu benar, haha) filmnya.  Lalu bagaimana dengan Snowpiercer, debut Hollywood dari Bong Joon-ho?

Snowpiercer diadaptasi dari komik Perancis yang berjudul Le Transperceneige.  Snowpiercer menceritakan keadaan bumi di masa depan yang dingin.  I really mean it.  Spring, summer, and fall sudah lama tidak menyapa bumi.  Seorang pria bernama Wilford (Ed Harris) mendirikan sebuah industri kereta dimana rel dari tiap-tiap negara tergabung dan kereta tidak akan berhenti selamanya.  Ada tiga kelas di kereta itu, yaitu : kelas satu yang tinggal di bagian depan kereta api, kelas ekonomi yang tinggal di tengah kereta, dan kelas 'ekor' yang tinggal di kereta itu dengan gratis namun diperlakukan dengan tidak manusiawi.  Kaum 'ekor' yang merasa lelah diperlakukan secara tidak adil mulai merencakan pemberontakan yang dipimpin oleh Curtis (Chris Evans) dan Gilliam (John Hurt).  Curtis sendiri didampingi oleh Edgar (Jamie Bell).  Rencana mereka dibantu oleh sosok misterius yang memberikan mereka surat rahasia di dalam 'balok protein' (makanan sehari-hari mereka).  Untuk mencapai bagian depan, mereka membutuhkan bantuan Namgoong Min-su (Song Kang-ho), yang dulu kepala keamanan, namun sekarang di penjara karena ketagihan cronole.

WARNING : MAY CONTAIN SPOILER


Saya belum menonton The Host (2006), jadi saya tidak bisa membandingkan kemampuan Bong di efek visual enam tahun yang lalu dengan sekarang.  Snowpiercer memang menyajikan efek visual yang masih agak kasar, namun melebihi ekspektasi saya.  Itu untuk EFEK visual.  Untuk sinematografi dan setting, saya agak kecewa.  Saya berharap Snowpiercer setidaknya menyamai keindahan V for Vendetta atau Oldboy (mengingat posisi Park Chan-wook sebagai produser).  Memang banyak adegan-adegan yang indah, tapi saya tetap tidak cukup untuk setidaknya menyamai V for Vendetta ataupun Oldboy.  Anyway, Snowpiercer has a nice opening sequence.   

Belum lagi gaya editing yang cukup berantakan di awal-awal film.  Gaya editing yang digunakan untuk adegan perkelahian di jembatan pun terlalu Hollywood-ish.  Tapi saya bersyukur Bong tidak terlalu 'disilaukan' oleh gaya-gaya Hollywood yang sering mainstream dan cukup norak.

Iringan musik yang digunakan cukup minim.  Mungkin hal ini yang membuat film ini KURANG memiliki jiwa dan emosi.  Yup, kurang, bukan tidak punya.  Hal ini juga membuat saya tidak attach secara emosional dengan film ini.  Ya, film ini memiliki distopia dan adegan-adegan yang saya sukai, but I'm simply not connected to this movie.  

Adegan favorit saya adalah ketika Curtis dkk mengunjungi sekolah 'depan'.  Sekolah yang kelihatan bagus dan normal serta dipenuhi anak-anak lucu dan riang itu ternyata sudah mempraktekkan pencucian otak.  Anak-anak itu tidak menyadari bahwa otak mereka dicuci dengan ideologi bahwa Wilford adalah orang terhebat.  Belum lagi kata-kata 'hipnotis' dimana si guru mengulangi terus bahwa ketika mereka turun dari kereta, mereka akan langsung mati.  Ah, sayang sekali saya lupa kata-kata aslinya.   


Tilda Swinton jelas yang paling stand out di film ini.  Dia berhasil memainkan antagonis yang gila dan sadis, namun setia terhadap pemimpinnya dan ketakutan.  Tokoh antagonis cenderung melawan pemimpin -atau mereka pemimpin itu sendiri- dan jarang sekali menunjukkan ketakutan yang eksplisit.  Memang Mason (Tilda Swinton) bukan 'aktor' utama politik di dalam Wilford Industry, mungkin untuk yang menyebabkannya menunjukkan ketakutannya secara eksplisit.  Mason sendiri mengingatkan saya pada Bellatrix dari serial Harry Potter, dimana mereka menunjukkan kesetiaan, bahkan mungkin kefanatikkan, kepada pemimpin mereka.  Mereka tidak menunjukkan ketakutan atau hormat ala kadarnya.  Ketika Curtis dkk mencoba untuk menghasut Mason dengan menanyakan apakah Wilford tetap tidak peduli jika tubuh Mason dipotong oleh mereka, Mason tetap membela Wilford.  Penampilan Tilda Swinton yang spektakuler begitu memukau dan meninggalkan kesan yang dalam sehingga saya lupa bahwa Mason bukan 'aktor' sesungguhnya.  Dia hanya boneka yang diumpankan ke kaum miskin.

Chris Evans tampil dengan membosankan di awal film.  Namun seiring perjalanan film, penampilan Evans makin mantap dan mantap, terutama di saat-saat terakhir.  Song Kang-ho yang saya harapkan menjadi pusat perhatian malah dibayang-bayangi oleh Evans dan Swinton.  Entah dia minder di antara aktor-aktor barat atau karakternya tidak memberikan ruang untuk berimprovisasi.  Gaya rambut Song mengingatkan saya pada Oh Dae-su di film Oldboy.  Film ini juga memberikan satu refrensi Oldboy (atau mungkin kebetulan) dimana salah satu orang menyarankan Curtis ketika ia bertemu Wilford, langsung saja memotong lidahnya.  Ed Harris yang harusnya menjadi 'klimaks' malah tampil kurang mengesankan dan cenderung membosankan.  Sesudah Swinton menampilkan antagonis yang hebat, Harris malah tampil membosankan dan membuat film ini sedikit anti-klimaks di pertengahan akhir. 

Ketika Curtis dan Wilford berbincang-bincang, Wilford menjustifikasi dirinya sendiri dengan mengatakan bahwa ia melakukan berbagai ketidakadilan pada kaum 'ekor' untuk menyimbangkan ekologi tertutupnya (kereta).  Penjelasan Wilford memang gila dan heartless, but in my crazy sense, I understand and accept his reasons.  Coba kita bayangkan dunia tanpa penyakit, perang, dan pembunuhan, pastilah orang yang hidup di dunia akan JAUH lebih banyak dari yang sekarang.  Ketiga hal itu memang buruk, but in a crazy way, itu menyeimbangkan dunia kita.  Semua hal memang ada hikmahnya, termasuk ketiga hal itu.  Memang kenyataan pahit bahwa kejadian-kejadian mengerikan harus terjadi untuk menyeimbangkan dunia kita.

Snowpiercer is a quite satisfying dish and a smart dystopian movie.  I just don't know why I keep feeling that Snowpiercer lacks beauty and emotion despite some scenes which I admire and like. 8,5/10
  

pic cr :
hiburan.kompasiana.com
geektyrant.com
duniaku.net

2 komentar:

  1. Nggak tahu kenapa, semakin ke belakang ni film semakin berantakan dan nggak tahu mau dibawa kemana (kayak lagu dah)
    pantesan Weinstein pengen edit sendiri, director's cut kurang oke pacingnya... #imo

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya sih, sisi distopianya kurang terasa dan seakan-akan ini perjuang Curtis sendiri.

      Hapus