Jumat, 29 November 2013

Blue Velvet : "Everything is Possible" a la David Lynch

She wore blue velvet. Bluer than velvet was the night. Softer than satin was the light, from the star. -Blue Velvet, Bobby Vinton

Blue Velvet merupakan film misteri 1986 yang ditulis dan disutradarai oleh David Lynch dan dibintangi Kyle MacLachan, Isabella Rosselini, Dennis Hooper, dan Laura Dern.  Saya sendiri kurang familiar karya-karya Lynch karena Blue Velvet merupakan film Lynch pertama yang saya tonton.  Blue Velvet tidak hanya dianggap sebagai karya terbaik Lynch, namun salah satu film surealis terbaik.

Blue Velvet bercerita tentang seorang pria muda bernama Jeffrey (MacLachan) yang menemukan sebuah kuping manusia.  Hal ini mengantarkannya untuk bertemu dengan putri seorang detektif yang bernama Sandy (Dern).  Sandy berkata bahwa ada beberapa hal yang mencurigakan tentang Dorothy Valens (Rosselini).  Dorothy Valens bekerja sebagai penyanyi di suatu bar.  Didorong oleh rasa ingin tahu yang besar, Jeffrey memutuskan untuk memasuki rumah Dorothy.  Namun bukannya memuaskan rasa ingin tahunya, kunjungan ke rumah Dorothy hanya menambah rasa ingin tahu Jeffrey dan menguatkan ketertarikan Jeffrey terhadap Dorothy.  Kunjungan Jeffrey harus berhenti ketika Frank (Dennis Hopper), orang yang menyekap keluarga Dorothy, memergoki Jeffrey dan Dorothy.

WARNING : MAY CONTAIN SPOILER
 

Kita semua tentu pernah mendengar ungkapan "Everything is Possible".  Terus terang saya tidak menyukai ungkapan itu, karena berarti EVERYTHING, termasuk dunia kiamat dalam detik ini atau kita semua tertukar saat di rumah sakit SANGAT MUNGKIN TERJADI.  Ini mungkin bukan niat asli David Lynch, tapi Blue Velvet secara tidak langsung memberikan pesan bahwa "Everything is Possible" bisa memberikan makna negatif.

Opening scene-nya cukup indah dan saya suka bagaimana Lynch langsung memberikan sebuah misteri tanpa banyak basa-basi.  Lynch yang awalnya menggambarkan a pretty suburban life diiringi lagu Blue Velvet - Bobby Vinton dan tiba-tiba menodainya dengan seorang pria yang tiba-tiba jatuh stroke.  Lalu kamera bergerak terus ke tanah hingga ke dalam tanah dan memperlihatkan semut-semut yang sedang berkelahi.  Saya hanya bisa mengartikan bahwa apapun yang terlihat sempurna pastilah tidak sempurna.  Selalu ada noda di dalam atau di bawah.

Kuping yang ditemukan Jeffrey sempat di-shoot secara perlahan sehingga kamera seakan-akan memasuki kuping tersebut.  Namun adegan itu diiring musik horor.  Di adegan selanjutnya, kamera seakan-akan keluar dari kuping Jeffrey (bukan benar-benar adegan selanjutnya).  Hal ini mewakili bahaya yang akan dialami Jeffrey dan penyelesian yang akan didapatkannya.


Hal intip-mengintip sepertinya sudah menjadi kebiasaan dan hal yang wajar dalam kehidupan manusia.  Jaman dahulu kita mengintip karena ada sesuatu yang unusual, menarik, dan bersifat berbahaya atau forbidden yang justru menambah excitement.  Adegan di atas adalah salah satu contoh adegan mengintip yang klasik.  Siapa bilang masyarakat jaman sekarang tidak 'mengintip'?  Masyarakat jaman sekarang 'mengintip' dengan cara stalking facebook, twitter, ask.fm, dll.  

Dua tokoh film ini, yaitu Jeffrey dan Sandy, mewakili dua sifat dasar manusia dalam menghadapi misteri.  Ada orang seperti Jeffrey, artinya orang itu harus memuaskan rasa ingin tahunya dan tidak ragu mengambil resiko sampai misteri itu tuntas.  Ada juga yang seperti Sandy, orang yang sebenarnya kepo namun mengabaikan rasa ingin tahunya atau tidak mengambil resiko dalam menuntaskan suatu misteri.

Isabella Rosselini sangat cantik disini, secara fisik dan kemampuan akting.  Dia berhasil sekali menjelma menjadi seorang wanita sensual yang menarik perhatian pria sekaligus wanita yang kacau dan fragile.  Adegan menyanyinya sangat indah dan saya heran kenapa Lynch memotongnya di tengah-tengah.  Ada juga Dennis Hopper yang karismatik dan sangat psikopat.  Saya kehabisan kata-kata menggambarkan kemampuan akting Hopper yang betul-betul brilliant!  MacLachan dan Dern sebenarnya juga bagus, tapi mereka dibayang-bayangi oleh Rosselini dan Hopper.  Jangan lupa juga Dean Stockwell yang berperan sebagai Ben, teman Hopper yang hampir sama gilanya!   

Secara visual, Blue Velvet merupakan film yang sangat, sangat, sangat indah.  Setting yang dibangun sangat memukau dan mendukung suasana surealis yang kuat.  Hampir semua adegan terlihat seperti lukisan yang indah.  Namun saya tetap berpendapat sinematografi film ini agak di bawah ekspektasi saya.  Begitu juga editting yang menurut saya di beberapa bagian malah mengurangi keindahan film ini.  Begitu juga score yang kadang-kadang terdengar seperti score film misteri murahan.  SCORE, bukan lagu-lagunya. 

Hal-hal yang dialami Jeffrey mungkin kelewat absurd dan terlalu fiktif untuk kita percayai, tapi saya tetap percaya bahwa hal itu bisa terjadi.  Jeffrey pasti tidak menyangka bahwa keluarga 'tetangganya' diculik.  Lewat film ini, saya sadar bahwa terkadang kita tidak sadar ada kemungkinan orang yang mungkin duduk bersebelahan dengan kita pernah disakiti orang lain, atau banyak korban pelecehan seksual yang justru dilecehkan orang yang dipercayai.  Kadang hidup yang kita jalani begitu absurd dan kejahatan yang kita alami atau dengar begitu busuknya sampai kita bertanya, mengapa hal itu bisa terjadi?  Terkadang kita di posisi Jeffrey yang tiba-tiba mengetahui keadaan sesungguhnya dan bertanya mengapa.  Tapi janganlah kita hanya bertanya mengapa, kita juga harus membantu orang-orang yang terluka dan bertahan ketika dilukai seseorang.

Overall, Blue Velvet adalah film yang tidak hanya mempunyai visual yang indah dan memperlihatkan kemampuan akting yang fantastis, namun plot yang merangsang penontonnya untuk berpikir. 9,5/10

pic cr :
listal.com
videowordmadeflesh.com
bloodygoodhorror.com

1 komentar:

  1. Tonton ulang, teruuuuuuusss tonton ulang, ntar tau2 nilainya bisa berubah jadi 10. #maksa

    BalasHapus