Palari Films, 2018, diambil dari www.femina.co.id |
Aruna (Dian Sastrowardoyo) pergi keluar kota untuk menginvestigasi wabah flu burung. Ia pergi berama Bono (Nicholas Saputra), seorang chef yang juga foodmate Aruna, untuk sekalian wisata kuliner. Di tengah jalan, mereka bertemu dengan Farish (Oka Antara), mantan kolega Aruna sekaligus cowok yang disukainya dan Nad (Hannah Al-Rasyid), teman Aruna dan Bono, sekaligus wanita yang disukai Bono. Farish akhirnya menyetujui untuk ikut berjalan-jalan bersama mereka bertiga sekaligus menemani Aruna dalam investigasi mengenai wabah flu burung.
Don't kill me, tapi gue gak sempat nonton Posesif waktu film itu bioskop, huhu. Jadi maaf gue gak bisa membandingkan film ini dengan karya-karya Edwin sebelumnya. Gue juga belum baca bukunya, so....
Palari Films, 2018, diambil dari id.bookmyshow.com |
I can't help but comparing this film with Ang Lee's Eat Drink Man Woman. Baik Aruna dan film Ang Lee tersebut sama-sama menggunakan makanan sebagai latar dan simbolisme dalam cerita protagonis mereka. Selain itu, mereka juga mempunyai beberapa character arc. Kalau gue harus "memecahkan" Aruna menjadi beberapa bagian, maka dalam Aruna ada ceritanya sendiri sebagai individu, cerita cintanya dia dengan Farish, misteri wabah flu burung, serta perjalanan Bono dan Nad.
Gue pribadi agak sulit menghubungkan misteri flu burung and all of its fiasco dengan sub-plot atau character arc lainnya. I think it would be better kalau masalah flu burung tersebut lebih dikaitkan dengan makanan daripada masalah korupsi. Gue hanya merasa mereka menghabiskan terlalu banyak durasi di porsi tersebut sementara porsi itu akan lebih baik jika dipakai untuk pengembangan lainnya. The sub-plot is not completely without its own merit, tapi bagiannya agak kebanyakan. Salah satu guna sub-plot tersebut adalah membuat Farish dan Aruna berinteraksi dan membereskan kesalahpahaman antara mereka berdua.
Bagian lain yang kurang tergali dari film ini adalah indra perasa dan reaksi Aruna atas makanan yang ia cicipi. Oh iya, ini sebenarnya juga poin kesamaan dengan Eat Drink Man Woman, dimana indra perasa bapaknya mulai mengalami degredasi. Ada beberapa adegan dimana penonton diberi tahu pendapat Aruna atas makanan yang ia makan. Tapi ada saatnya juga kita tidak diberi tahu atau Aruna terlihat baik-baik saja. Untuk sesuatu yang ditunjukkan cukup signifikan, penyelesaian problem ini tidak dijelaskan secara baik kepada penonton. Mengapa palate Aruna menjadi normal setelah masalahnya selesai dengan Farish? Apakah Farish secara tidak sengaja membuat lidah Aruna tidak stabil?
Namun dari beberapa pertanyaan dan konflik yang agak menggantung, ada satu poin yang cukup brilliant bagi saya. Aruna tidak sekedar berwisata kuliner tapi juga mencari resep nasi goreng dari pembantunya dulu. Pencarian yang sulit ini mempunyai semacam paralel dengan hubungan Aruna dan Farish yang agak ruwet.
Porsi Nad dan Bono sudah cukup pas sebagai secondary characters dan beta couple. Fungsi mereka awalnya kurang jelas bagi gue, tapi setelah gue pikir-pikir, mereka semacam foil bagi Aruna-Farish. Jika Aruna-Farish dipenuhi tensi, Nad-Bono cenderung rileks dalam berinteraksi. Nad-Bono sepertinya lebih banyak punya kesamaan, sedangkan Aruna-Farish cukup berbeda. Lucunya, kedua pasangan ini sebenarnya kurang bisa mengekspresikan perasaan mereka kepada orang yang mereka suka.
Kekurangan dalam Aruna dan Lidahnya untungnya cukup ditutupi dengan musik yang bagus dan sinematografi yang colorful. Tapi applause harus diberikan kepada empat aktor utama film ini yang tidak hanya bagus berakting tapi juga membangun chemistry.
Sophisticated and deep review. Broad vocabulary. Ditunggu review berikutnya.
BalasHapus